Menilai kebebasan dari sebuah idiologi
Menggapai Kebebasan Berpikir
Menilai kebebasan dari sebuah idioligii |
Hal mengenai tentang Menggapai Kebebasan Berpikir kebebasan merupakan sesuatu yang sangat rumit. Ya dikarenakan dari kita-nya sendiri belum mengerti tentang arti kebebasan yang sesungguhnya. Kita hanya mengerti kebebasan sebagai hak dan melupakan kewajiban kita dari kebebasan yang kita ambil. Umumnya kalangan masyarakat hanya memikirkan kebebasan mereka sebagai manusia, Tapi mereka tidak mengerti tentang kewajiban dari kebebasan tersebut.
Dan kalau menurut saya kebebasan itu adalah hak untuk tiap-tiap masyarakat tapi kebebasan juga harus bertanggung jawab. Di zaman globalisasi ini seharusnya kita sudah bebas dari kegiatan berpikir dan meneliti, namun sayangnya kaum-kaum intelek atau anak-anak muda yang seakan-akan membatasi dari kebebasan berpoikir mereka sendiri. Seharusnya kita sudah bebas dalam berpikir, kita tidak perlu takut-takut lagi untuk berpikir dan meneliti. Kita harus meluaskan pemahaman kita tentang sesuatu, mungkin Ideologi, Politik, Sains, atau hal lainnya yang menyangkut kepentingan akademis.
Disamping itu kita juga kurang kritis terhadap berbagai permasalahan yang menyangkut pembatasan dari kebebasan berpikir kita. Kita terlalu dibatasi oleh Mindset yang buruk namun sudah tertanam cukup dalam dan lama diotak kita. Contoh gampangnya adalah ketika kita disuruh untuk menggambar pemandangan. Hampir tiap-tiap dari kita akan langsung mengimajinasikan pemandangan gunung yang ada di kepala kita, imajinasi tersebut yang nantinya akan kita gambar diatas kertas gambar, tidak jarang hampir setiap buku gambar kita diwaktu SD atau SMP selalu ada gambar pemandangan gunung, dan bodohnya kita mempertahankan mindset itu sampai kita dewasa dan kita turunkan mindset tersebut ke anak-anak atau cucu-cucu kita. Inilah permasalahan yang begitu complicated mengapa kita tidak bisa bebas dalam berpikir.
Ketika kita sekolah pun kita terlalu dibatasi hanya sebuah buku panduan, dimana buku tersebut menjadi satu-satunya panutan untuk kita agar bisa berkembang, namun yang terjadi adalah kita hanya terkurung didalam buku tersebut. Kita selalu diingatkan bahwa buku itu jendela dunia, namun jika kita hanya memfokuskan satu buku untuk jadi panutan, kita hanya bisa melihat di jendela yang itu-itu saja, dan pemandangan yang itu-itu saja, Inilah salah satu faktor penting mengapa kita sulit berkembang dan membuat kita kurang kritis. Seakan-akan kebebasan kita dikurung oleh suatu instansi yang mengajarkan kita tentang kebebasan.
Namun haruskah pembiaran atau pembodohan ini terus berlanjut ? saya sangat yakin pasti semua orang akan menjawab tidak bisa, namun yang terjadi adalah sebaliknya, karena dari kita sendiri belum mampu untuk inovatif. Inovatif tidak hanya suatu isitilah yang lengket dibidang teknologi dan ekonomi. Tapi inovatif merupakan syarat bagi kita untuk menggapai kembali kebebasan kita. Contoh mudahnya adalah kita tidak hanya dengan satu buku untuk membuka wawasan kita dan menggapai kebebasan berpikir kita, tapi kita bisa membuka wawasan kita dengan buku-buku yang lain, atau media informasi lain. Kita juga bisa bergabung dengan suatu komunitas atau organisasi yang bisa membuat kita lebih baik dan lebih beerwawasan, sehingga kita bisa menjadi seorang yang benar-benar intelek. Tapi, yang jadi dilema, ketika kita hidup di zaman dimana arus informasi berputar dengan sangat derasnya. Namun malah kitanya sendiri yang menutup arus informasi tersebut. Inilah yang menyebabkan mengapa Indonesia sudah tertinggal jauh oleh Korea dan Taiwan. Bukan dikarenakan di Negara kita tidak bebas dalam arus informasi tapi kitanya sendiri yang tertutup dari arus informasi tersebut.
Sudah lama kegiatan pembodohan ini berjalan tapi kita harus dengan sigap memberhentikan kegiatan pembodohan ini. Salah satu cara yang harus dilakukan adalah dari kita sendiri. Kita sendiri lah yang harus meluaskan pemikiran-pemikiran kita, kita sendirilah yang harus membebaskan cara berpikir kita, dan kita juga yang harus membebaskan segala batasan-batasan atau mindset-mindset buruk yang sudah lama tertanam di kepala kita. Namun jika faktor lingkungan yang membatasi pola pemikiran kita, kita harus berani untuk melakukan aksi “Breaking The Rules”. Kita harus berani berinovasi ketika orang-orang di sekeliling kita mengejek inovasi kita, kita harus berpikir lebih kritis dan kita harus lebih cerdas dalam menyerap informasi. Setidaknya jika kita ingin merubah suatu Negara kita harus bisa merubah diri kita sendiri, jika kita ingin menanamkan kebebasan di Negara kita, tanamkanlah kebebasan berpikir dari diri kita terlebih dahulu. Kebebasan berpikir inilah yang menjadi awal dari pembangunan karakter yang cerdas dan intelek.
Kita juga harus ingat kebebasan harus punya tanggung jawab. Kita tidak bisa seenak-enaknya saja untuk mencoret-coret tembok, membuang sampah sembarangan, dan melakukan tindakan-tindakan yang sampai merugikan orang-orang lain yang disekitar kita. Walaupun kita bebas tidak ada yang melarang kita dalam perbuatan tersebut, tapi perbuatan itulah yang seharusnya dihilangkan Kebebasan bukan berarti seenaknya, tapi kebebasan berarti menghargai hak-hak atau privasi orang lain.
Comments
Post a Comment